Senin, 12 Maret 2012

KEBIJAKAN PEMERINTAH

KEBIJAKSANAAN PEMERINTAH

Kebijakan Pemerintah Tahun 1966 - 1969

Rencana : pembangunan nasional semesta berencana (PNSB) 1961-1969.
Rencana pembangunan ini disusun berlandasarkann “Manfesto Politik 1960” untuk meningkatkan kemakmuran rakyat dengan azas ekonomi terpimpin.

Faktor yang menghambat/ kelemahannya antara lain :
1)      Rencana ini tidak mengikuti kaidah-kaidah ekonomi yang lazim.
2)      Defisit anggaran yang terus meningkat yang mengakibatkan hyper inflasi.
3)      Kondisi ekonomi dan politik saat itu: dari dunia luar (Barat) Indonesia sudah terkucilkan karena sikapnya yang konfrontatif. Sementara di dalam negeri pemerintah selalu mendapat rongrongan dari golongan kekuatan politik “kontra-revolusi” (Muhammad Sadli, Kompas, 27 Juni 1966, Penyunting Redaksi Ekonomi Harian Kompas, 1982).

Beberapa kebijaksanaan ekonomi – keuangan:
1)      Dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 1/M/61 tanggal 6 Januari 1961: Bank Indonesia dilarang menerbitkan laporan keuangan/ statistik keuangan, termasuk analisis dan perkembangan perekonomian Indonesia.
2)      Pada tanggal 28 Maret 1963 Presiden Soekarno memproklamirkan berlakunya Deklarasi Ekonomi dan pada tanggal 22 Mei 1963 pemerintah menetapkan berbagai peraturan negara di bidang perdagangan dan kepegawaian.
3)      Pokok perhatian diberikan pada aspek perbankan, namun nampaknya perhatian ini diberikan dalam rangka penguasaan wewenang mengelola moneter di tangan penguasa. Hal ini nampak dengan adanya dualisme dalam mengelola moneter. (Suroso, 1994).

MASA STABILISASI DAN REHABILITASI (1966 – 1968)

Masalah yang dihadapi
Menanggapi masalah ekonomi yang kin dengan tajam disoroti oleh MPRS, maka Prof. Dr. Widjojo Nitisastro dalam percakapan dengan wartawan Kompas menyatakan, bahwa sumber pokok kemerosotan ekonomi ialah penyelewenangan pelaksanaan UUD 1945. sebagai misal pasal 33 yang selama beberapa tahun ini dengan sengaja atau tidak telah didesak oleh landasan-landasan ideal yang lain. Demikian pula realisasi Pancasila dalam bidang ekonomi sering dilupakan. Misalnya sila Kedaulatan Rakyat tercermin dalam pasal 23 yang mengatur anggaran belanja negara (Kompas, 29 Juni 1966, Penyunting Redaksi Ekonomi Harian Kompas, 1982).
Periode ini dikenal sebagai periode stabilisasi dan rehabilitasi sesuai dengan masalah pokok yang dihadapi, yaitu :
a)         Meningkatnya inflasi yang mencapai 650% pada tahun 1965
b)        Turunnya produksi nasional di semua sector
c)         Adanya dualisme pengawas dan pembinaan perbankan. Dualisme ini muncul dari struktur organisasi perbankan yang meletakkan Deputy Menteri bank Sentral dan Deputy Menteri Urusan Penertiban bank dan Modal Swasta berada di bawah Menteri Keuangan. (Suroso, 1994).

Rencana dan Kebijaksanaan Ekonomi

Ketetapan MPRS Nomor XXIII/MPRS/1966 tentang : Pembaharuan kebijaksanaan landasan ekonomi, keuangan dan pembangunan, tertanggal 5 Juli 1966, antara lain menetapkan :

(       1) Program stabilisasi dan rehabilitasi : 1966 – 1968 (jangka pendek)
  Skala Prioritasnya
a) Pengendalian inflasi
b) Pencukupan kebutuhan pangan
c) Rehabilitasi prasarana ekonomi
d) Peningkatan kegiatan ekspor
e) Pencukupan kebutuhan sandang
Komponen Rencananya
a) Rencana fisik dengan sasaran utama :
1. Pemulihan dan peningkatan kapasitas produksi (pangan, ekspor dan sandang)
2. Pemulihan dan peningkatan prasrana ekonomi yang menunjang bidang-bidang tersebut.

b) Rencana Moneter  dengan sasaran utama :
1. Terjaminnya pembiayaan rupiah dan devisa bagi pelaksanaan rencana fisik
2. Pengendalian inflasi pada tingkat harga yang relatif stabil sesuai dengan daya beli rakyat.

Tindakan dan Kebijaksanaan Pemerintah
a) Tindakan pemerintah “banting stir” dari ekonomi komando ke ekonomi bebas demokratis; dari ekonomi tertutup ke ekonomi terbuka; dari anggaran defisit ke anggaran berimbang. (Mubyarto, 1988).
 b) Serangkaian kebijaksanaan Oktober 1966, Pebruari 1967 dan Juli 1967 antara lain :
1. Kebijaksanaan kredit yang lebih selektif (penentuan jumlah, arah, suku bunga)
2. Menseimbangkan/ menurunkann defisit APBN dari 173,7% (1965), 127,3% (1966), 3,1% (1967) dan 0% (1968). (Suroso, 1994).
3. Mengesahkan / memberlakukan undang – undang :
a) UU Pokok Perbankan No.14/ 1967
b) UU Perkoperasian No. 12/ 1967
c) UU Bank Sentral No. 13/ 1968
d) UU PMA tahun 1967 dan PMDN tahun 1968
e) Membuka Bursa Valas di Jakarta 1967

(2) Program Pembangunan dimulai tahun 1969/ 1970 jangka panjang)
  Skala Prioritasnya
1. Bidang pertanian
2. Bidang prasarana
3. Bidang industri/ pertambangan dan minyak
  Jangka waktu dan strategi pembangunan
1. Pembangunann jangka menengah terdiri dari pembangunan Lima Tahun (PELITA) dan dimulai dengan PELITA I sejak tahun 1969/ 1970
2. Pembangunan Jangka Panjang dimulai dengan pembangunan Jangka Panjang Tahap I (PJPT – I) selama 25 tahun, terdiri dari :
A. PELITA I 69 / 70 = 73 / 74
Periode Pelita I Dimulai dengan Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 1970, mengenai Penyempurnaan Tata Niaga Bidang Ekspor dan Impor dan Peraturn Agustus 1971, mengenai Devaluasi Mata Uang Rupiah Terhadap Dolar, dengan sasaran pokoknya adalah :
·Kestabilan harga bahan pokok,
·Peningkatan Nilai Ekspor
·Kelancaran Impor
·Penyebaran Barang di Dalam Negeri.
Titik berat pada sektor pertanian dan industri yang menunjang sektor pertanian.
B.     PELITA II 74/75 – 78/79
Kebijaksanaannya mengenai Perkreditan.
-       mendorong para eksportir kecil dan menengah,
-       mendorong kemajuan pengusaha kecil atau ekonomi lemah dengan produk Kredit Investasi Kecil (KIK).
Kebijaksanaan Fiskal,
-       Penghapusan pajak ekspor untuk mempertahankan daya saing komoditi ekspor di pasar dunia untuk menggalakkan penanaman modal asing dan dalam negeri guna mendorong Investasi Dalam Negeri.  Kebijaksanaan 15 November 1978,
-       Menaikkan hasil produksi nasional,
-   $3B    menaikkan daya saing komoditi ekspor yang lemah karena adanya inflasi yang besarnya rata-ratanya 34 % akibatnya kurang dapat bersaing dengan produk sejenis dari Negara lain dan adanya resesi dan krisis dunia pada tahun 1979.
Titik berat pada sektor pertanian dengan meningkatkan industri pengolah bahan mentah menjadi bahan baku.

C.  PELITA III 79/80 – 83/84
-       Paket Januari 1982
Tatacara pelaksanaan Ekspor-Impor dan Lalu lintas devisa. Diterapkan kemudahan dalam hal pajak yang dikenakan terhadap komoditi ekspor, serta kemudahan dalam hal kredit untuk komoditi ekspor.
-       Paket Kebijaksanaan Imbal Beli (Counter Purchase)
Keharusan eksportir maupun importer uar negeri untuk membeli barang-barang Indonesia dalam jumlah yang sama.
-       Kebijaksanaan Devaluasi 1983,
yakni Dengan menurunkan nilai tukar Rupiah terhadap mata uang dolar dari Rp 625/$ menjadi Rp 970/$ dengan harapan gairah ekspor dapat meningkat sehingga permintaan Negara menjadi lebih banyak dan komoditi impor menjadi lebih mahal karena diperlukan lebih banyak rupiah untuk mendapatkannya.
Titik berat sektor pertanian (swasembada beras) dengan meningkatkan industri pengolah bahan baku menjadi barang jadi

D. PELITA IV 84/85 – 88/89
-       Kebijaksanaan INPRES No. 4 Tahun 1985, dilatarbelakangi oleh keinginan untuk meningkatkan ekspor non-migas.
-       Paket Kebijaksaan 6 Mei 1986 (PAKEM), dikeluarkan dengan tujuan untuk mendorong sector swasta di bidang ekspor maupun di bidang penanaman modal.
-       Paket Devaluasi 1986, ditempuh karena jatuhnya harga minyak di pasaran dunia yang mengakibatkan penerimaan pemerintah turun. o Paket Kebijaksanaan 25 Oktober 1986, merupakan deregulasi di bidang perdagangan, moneter dan penanaman modal dengan melakukan Penurunan Bea masuk impor untuk komoditi bahan penolong dan bahan baku, proteksi produksi yang lebih efisien, kebijaksanaan penanaman modal.
-       Paket Kebijaksaan 15 Januari 1987, melakukan peningkatan efisiensi, inovasi dan produktivitas beberapa sector indutri dalam rangka meningkatkan ekspor non-migas. o Paket Kebijaksanaan 24 Desember 1987 (PAKDES), melakukan restrukturisasi bidang ekonomi.
-       Paket 27 Oktober 1988, Kebijaksanaan deregulasi untuk menggairahkan pasar modal dan menghimpun dana masyarakat guna biaya pembangunan.
-       Paket Kebijaksanaan 21 November 1988 (PAKNOV), melakukan deregulasi dan debirokratisasi di bidang perdagangan dan hubungan Laut.
-       Paket Kebijaksanaan 20 Desember 1988 (PAKDES), memberikan keleluasaan bagi pasar modal dan perangkatnya untuk melakukan aktivitas yang lebih produktif.
Titik berat pertanian (melanjutkan swasembada pangan) dengan meningkatkan industri penghasil mesin-mesin.

E.   PELITA V 89/90 – 93/94
Sektor pertanian untuk memantapkan swasembada pangan dengan meningkatkan sektor industri penghasil komoditi ekspor, pengolah hasil pertanian, penghasil mesin-mesin dan industri yang banyakk menyerap tenaga kerja.
PELITA V meletakkan landasan yang kuat untuk tahap pembangunan selanjutnya. (Suroso, 1994). • Periode Pelita V Lebih diarahkan kepada pengawasan, pengendalian dan upaya kondusif guna mempersiapkan proses tinggal landas menuju Rencana Pembangunan Jangka Panjang Tahap Kedua.

Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter adalah upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan kestabilan harga.

Ada 2 kebijakan moneter yaitu :

* Kebijakan Moneter Ekspansif

Suatu kebijakan untuk menambah jumlah uang yang beredar.

* Kebijakan Moneter Kontraktif

Suatu kebijakan untuk mengurangi jumlah uang yang beredar atau disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policy).

Ada beberapa cara untuk melakukan kebijakan moneter diantaranya :

- Operasi Pasar Terbuka

Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga pemerintah.

- Diskonto

Diskonto adalah pengaturan jumlah duit yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum.

- Rasio Cadangan Wajib

Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah.

Kebijakan fiskal
Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang dibuat pemerintah untuk mengarahkan ekonomi suatu negara melalui pengeluaran dan pendapatan pemerintah. kebijakan fiskal lebih mekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja pemerintah. Instrumen utama kebijakan fiskal adalah pengeluaran dan pajak.

Ada 2 macam kebijakan fiskal yatu :

* Kebijakan Fiskal Ekspansif

Kebijakan pemerintah untuk membuat pengeluaran lebih besar dari pemasukan negara guna memberi stimulus pada perekonomian.

* Kebijakan Fiskal Kontraktif

Kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya.

Tujuan dari kebijakan fiskal yaitu:

- Untuk meningkatkan produksi nasional (PDB) dan pertumbuhan ekonomi.

- Untuk memperluas lapangan kerja dan mengurangi pengangguran.

- Untuk menstabilkan harga-harga barang, khususnya mengatasi inflasi.

Kebijakan Fiskal dan Moneter Sektor Luar Negeri
Kebijakan fiskal akan mempengaruhi perekonomian melalui penerimaan negara dan pengeluaran negara. Disamping pengaruh dari selisih antara penerimaan dan pengeluaran (defisit atau surplus), perekonomian juga dipengaruhi oleh jenis sumber penerimaan negara dan bentuk kegiatan yang dibiayai pengeluaran negara.

Di dalam perhitungan defisit atau surplus anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), perlu diperhatikan jenis-jenis penerimaan yang dapat dikategorikan sebagai penerimaan negara, dan jenis-jenis pengeluaran yang dapat dikategorikan sebagai pengeluaran negara. Pada dasarnya yang dimaksud dengan penerimaan negara adalah pajak-pajak dan berbagai pungutan yang dipungut pemerintah dari perekonomian dalam negeri, yang menyebabkan kontraksi dalam perekonomian. Dengan demikian hibah dari negara donor serta pinjaman luar negeri tidak termasuk dalam penerimaan negara.

Di lain sisi, yang dimaksud dengan pengeluaran negara adalah semua pengeluaran untuk operasi pemerintah dan pembiayaan berbagai proyek di sektor negara ataupun badan usaha milik negara. Dengan demikian pembayaran bunga dan cicilan hutang luar negeri tidak termasuk dalam perhitungan pengeluaran negara.

Dari perhitungan penerimaan dan pengeluaran negara tersebut, akan diperoleh besarnya surplus atau defisit APBN. Dalam hal terdapat surplus dalam APBN, hal ini akan menimbulkan efek kontraksi dalam perekonomian, yang besarnya tergantung kepada besarnya surplus tersebut . Pada umumnya surplus tersebut dapat dipergunakan sebagai cadangan atau untuk membayar hutang pemerintah (prepayment).

Dalam hal terjadi defisit, maka defisit tersebut dapat dibayai dengan pinjaman luar negeri (official foreign borrowing) atau dengan pinjaman dalam negeri. Pinjaman dalam negeri dapat dalam bentuk pinjaman perbankan dan non-perbankan yang mencakup penerbitan obligasi negara (government bonds) dan privatisasi. Dengan demikian perlu ditegaskan bahwa penerbitan obligasi negara merupakan bagian dari pembiayaan defisit dalam negeri non-perbankan yang nantinya diharapkan dapat memainkan peranan yang lebih tinggi. Hal yang paling penting diperhatikan adalah menjaga agar hutang luar negeri atau hutang dalam negeri tersebut masih dalam batas-batas kemampuan negara (sustainable).

Pada dasarnya defisit dalam APBN akan menimbulkan efek ekspansi dalam perekonomian. Dalam hal defisit APBN dibiayai dengan pinjaman luar negeri, maka hal ini tidak menimbulkan tekanan inflasi jika pinjaman luar negeri tersebut dipergunakan untuk membeli barang-barang impor, seperti halnya dengan sebagian besar pinjaman dari CGI selama ini. Akan tetapi bila pinjaman luar negeri tersebut dipergunakan untuk membeli barang dan jasa di dalam negeri, maka pembiayaan defisit dengan memakai pinjaman luar negeri tersebut akan menimbulkan tekanan inflasi. Dilain pihak, pembiayaan defisit APBN dengan penerbitan obligasi negara akan menambah jumlah uang yang beredar dan akan menimbulkan tekanan inflasi.

Adapun pembiayaan defisit dengan menggunakan sumber dari pinjaman luar negeri akan berpengaruh pada neraca pembayaran khususnya pada lalu lintas modal pemerintah . Semakin besar jumlah pinjaman luar negeri yang dapat ditarik, lalu lintas modal Pemerintah cenderung positif. Adapun kinerja pemerintah dapat dilihat dari besarnya nilai lalu lintas moneter. Nilai lalu lintas moneter yang positif menunjukkan adanya
cash inflow.

Kebijakan moneter dan pengaruhnya terhadap perekonomian

Pada dasarnya, kebijaksanaan moneter ditujukan agar likuiditas dalam perekonomian berada dalam jumlah yang “tepat” sehingga dapat melancarkan transaksi perdagangan tanpa menimbulkan tekanan inflasi. Umumnya pelaksanaan pengaturan jumlah likuiditas dalam perekonomian ini dilakukan oleh bank sentral, melalui berbagai instrumen , khususnya open market operations (OMOs).

Dalam melaksanakan OMO, pada umumnya bank sentral menjual atau membeli obligasi negara jangka panjang. Jika likuiditas dalam perekonomian dirasakan perlu ditambah, maka bank sentral akan membeli sejumlah obligasi negara di pasar sekunder, sehingga uang beredar bertambah, dan dilain pihak bila bank sentral ingin mengurangi likuiditas dalam perekonomian, bank sentral akan menjual sebagian obligasi negara yang berada dalam portofolio bank sentral. Perlu difahami bahwa portofolio obligasi negara di bank sentral tersebut memberikan pendapatan kepada bank sentral berupa bunga obligasi.

Dalam kasus Indonesia, sampai saat ini Bank Indonesia belum memiliki obligasi negara yang dapat dipakai untuk OMO. Walaupun pemerintah Indonesia telah menerbitkan obligasi, yang dimulai pada masa krisis untuk rekapitalisasi bank-bank yang bermasalah, tetapi pasar sekunder bagi obligasi negara baru pada tahap awal dan volume transaksi jual beli di pasar sekunder tersebut masih sedikit. Selama ini Bank Indonesia masih mempergunakan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) untuk melaksanakan OMOs. Disamping menimbulkan beban pada Bank Indonesia, karena BI harus membayar bunga SBI yang cukup tinggi, jangka waktu SBI juga sangat pendek, umumnya 1 (satu) bulan, sehingga instrumen ini sebenarnya kurang memadai untuk dipakai dalam OMOs.

PERAN SEKOTOR LUAR NEGERI PADA PEREKONOMIAN INDONESIA

Peran Sektor Luar Negeri Pada Perekonomian Indonesia
Perdagangan Antar Negara
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg3BUr8-CaCJ89v4r3iAR_yOw2HyLdmWn-XJGVS6Ov59P0x2aGDFootRadppMwUDplvHRkZlkyDevdAOYbtRwNfQtWtbeqFiA3xV4EEUODqQ0B_i7gzMaZ0Q639WdVPvvG4Bubm3q-hKRet/s320/perdagangan.jpg

Perdagangan antar negara atau sering disebut dengan persagangan internasional merupakan suatu kegiatan pertukaran barang dan jasa antara satu negara dengan negara lain yang saling menguntungkan kedua belah pihak.

Manfaat dari perdagangan internasional ini adalah
  1. Dapat memperoleh barang yang tidak diproduksi di negeri sendiri
  2. Memperoleh keuntungan dari spesialisasi produksi bagi tiap-tiap negara
  3. Memperluas pasar hasil produksi
  4. Meningkatkan devisa
  5. Meningkatkan teknologi

Faktor-faktor yang mendorong perdagangan internasional adalah
  1. Untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa di dalam negeri
  2. Keinginan untuk memperoleh keuntungan dan meningkatkan penerimaan negara
  3. Adanya perbedaan kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam mengolah sumber daya ekonomi
  4. Adanya kelebihan kapasitas produksi dalam negeri sehingga perlu perluasan pasar untuk menjual produk tersebut
  5. Adanya perbedaan kondisi di setiap negara sehingga menyebabkan perbedaan hasil produksi dan adanya keterbatasan produksi
  6. Adanya kesamaan selera terhadap suatu barang
  7. keinginan untuk menjalin kerjasama, hubungan politik, dan dukungan dari negara lain
  8. Terjadinya era globalisasi sehingga tidak satu negarapun di dunia dapat memenuhi kebutuhan hidup sendiri
Hambatan Perdagangan Antar Negara
Hambatan perdagangan adalah regulasi atau peraturan pemerintah yang membatasi perdagangan bebas.

Bentuk-bentuk hambatan perdangangan antara lain:

- Tarif atau bea cukai

Bea cukai adalah pungutan oleh negara secara tidak langsung kepada konsumen yang menikmati/menggunakan obyek cukai.

- Kuota.

Kuota membatasi banyak unit yang dapat diimpor untuk membatasi jumlah barang tersebut di pasar dan menaikkan harga.

- Subsidi.

Subsidi adalah bantuan pemerintah untuk produsen lokal. Subsidi dihasilkan dari pajak. Bentuk-bentuk subsidi antara lain bantuan keuangan, pinjaman dengan bunga rendah dan lain-lain.

- Muatan lokal.

- Peraturan administrasi.

- Peraturan anti
dumping.

Di Indonesia, hambatan perdagangan banyak digunakan untuk membatasi impor pertanian dari luar negeri untuk melindungi petani dari anjloknya harga lokal.


Neraca Pembayaran
Neraca pembayaran (balance of payment/ BoP) merupakan catatan sistematis dari semua transaksi ekonomi internasional dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun).
Neraca pembayaran sangat berguna karena menunjukkan struktur dan komposisi transaksi ekonomi serta komposisi keuangan suatu negara. Neraca pembayaran juga dapat membantu dalam proses pengambilan kebijakan.
Neraca pembayaran dapat mencangkup pembelian dan penjualan barang atau jasa, hibah serta transaksi keuangan.
Tujuan dari neraca pembayaran yaitu:
  1. Memberikan informasi mengenai posisi devisa kepada pemerintah dan pelaku usaha.
  2. Membantu pemerintah dalam pengambilan keputusan di bidang perdagangan dan tata cara pembayarannya.
  3. Membantu pemerintah dalam menetapkan kebijakan moneter, fiskal, serta erdagangan internasional
  4. Membantu untuk mendapatkan informasi mengenai pengaruh transaksi luar negeri terhadap perekonomian nasional
  5. Untuk memberikan informasi tentang sumber-sumber penerimaan dan pengguna devisa luar negeri

Kurs Valuta Asing

Bursa valuta asing (bahasa Inggris: foreign exchange market, forex) atau disingkat valas merupakan suatu jenis perdagangan atau transaksi yang memperdagangkan mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lainnya (pasangan mata uang/pair) yang melibatkan pasar-pasar uang utama di dunia bursa selama 24 jam secara berkesinambungan.

Nilai Kurs Valuta Asing mempunyai peranan penting dalam proses kelancaran lalu lintas pembayaran internasional. Kurs valuta asing memudahkan pertukaran mata uang serta pemindahan dana dari negara satu ke negara lain. Suatu nilai mata uang asing akan mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Secara umum, untuk menentukan tinggi randahnya kurs valuta asing terdiri atas kurs bebas, kurs tetap, dan kurs distabilkan.

Beberapa faktor penting yang mempengaruhi perubahan kurs valuta asing antara lain:
  1. Perubahan harga barang ekspor
  2. terjadinya inflasi
  3. perubahan tingkat bunga dan tingkat pengembalian investasi
  4. perubahan citarasa masyarakat
  5. faktor nonekonomi
KURS TRANSAKSI BANK INDONESIA
Update Terakhir 29 April 2011

Mata Uang
Nilai
Kurs Jual
Kurs Beli
AUD
1.00
9,399.42
9,303.91
BND
1.00
7,024.54
6,948.77
CAD
1.00
9,060.99
8,966.79
CHF
1.00
9,867.17
9,763.10
CNY
1.00
1,325.90
1,312.66
DKK
1.00
1,713.80
1,696.26
EUR
1.00
12,779.87
12,651.47
GBP
1.00
14,352.48
14,206.67
HKD
1.00
1,108.64
1,097.43
JPY
100.00
10,567.82
10,458.50
KRW
1.00
8.03
7.95
MYR
1.00
2,899.39
2,867.56
NOK
1.00
1,645.53
1,625.66
NZD
1.00
6,911.70
6,841.01
PGK
1.00
3,627.76
3,395.34
PHP
1.00
201.05
198.95
SEK
1.00
1,435.69
1,418.71
SGD
1.00
7,024.54
6,948.77
THB
1.00
287.91
284.84
USD
1.00
8,617.00
8,531.00

KODE
  NAMA    MATA  
       UANG
AUD
AUSTRALIAN DOLLAR
BND
BRUNEI DOLLAR
CAD
CANADIAN DOLLAR
CHF
SWISS FRANC
CNY
CHINA YUAN
DKK
DANISH KRONE
EUR
EURO
GBP
BRITISH POUND
HKD
HONGKONG DOLLAR
JPY
JAPANESE YEN
KRW
KOREAN WON
MYR
MALAYSIAN RINGGIT
NOK
NORWEGIAN KRONE
NZD
NEW ZEALAND DOLLAR
PGK
PAPUA N.G. KINA
PHP
PHILIPPINES PESO
SEK
SWEDISH KRONA
SGD
SINGAPORE DOLLAR
THB
THAI BATH
USD
US DOLLAR
Sumber:
http://odeliajulita.blogspot.com/2011/04/perdagangan-antar-negara-atau-sering.html