Selasa, 21 Mei 2013

Bab 2 Subyek dan Obyek Hukum

 SUBYEK DAN OBYEK HUKUM

I.            SUBYEK HUKUM
Dalam dunia hukum, subyek hukum dapat diartikan sebagai pembawa hak, yakni manusia dan badan hukum.
1.    Manusia (naturlife persoon)
Menurut hukum, tiap-tiap seorang manusia sudah menjadi subyek hukum secara kodrati atau secara alami. Anak-anak serta balita pun sudah dianggap sebagai subyek hukum. Manusia dianggap sebagai hak mulai ia dilahirkan sampai dengan ia meninggal dunia. Bahkan bayi yang masih berada dalam kandungan pun bisa dianggap sebagai subyek hukum bila terdapat urusan atau kepentingan yang menghendakinya. Namun, ada beberapa golongan yang oleh hukum dipandang sebagai subyek hukum yang "tidak cakap" hukum. Maka dalam melakukan perbuatan-perbuatan hukum mereka harus diwakili atau dibantu oleh orang lain.
2.    Badan Hukum (recht persoon)
Badan hukum adalah suatu badan yang terdiri dari kumpulan orang yang diberi status "persoon" oleh hukum sehingga mempunyai hak dann kewajiban. Badan hukum dapat menjalankan perbuatan hukum sebagai pembawa hak manusia. Seperti melakukan perjanjian, mempunyai kekayaan yang terlepas dari para anggotanya dan sebagainya. Perbedaan badan hukum dengan
3.     manusia sebagai pembawa hak adalah badan hukum tidak dapat melakukan perkawinan, tidak dapat diberi hukuman penjara, tetapi badan hukum dimungkinkan dapat dibubarkan.

II.        Obyek Hukum
Obyek hukum ialah segala sesuatu yang dapat menjadi hak dari subyek hukum. Atau segala sesuatu yang dapat menjadi obyek suatu perhubungan hukum. Obyek hukum dapat pula disebut sebagai benda. Merujuk pada KUHPerdata, benda adalah tiap-tiap barang atau tiap-tiap hak yang dapat dikuasai oleh hak milik.
Benda itu sendiri dibagi menjadi :
1.    Berwujud / konkrit
a.    Benda bergerak :
·         Bergerak sendiri, contoh : hewan
·         Digerakkan, contoh : kendaraan
b.    Benda tak bergerak contoh : tanah, pohon – pohon dsb

2.    Tidak berwujud
·         Contoh : gas, angin dll

III.       Hak Kebendaan yang Bersifat sebagai Pelunasan Utang (Hak Jaminan)
Hak Kebendaan yang Bersifat sebagai Pelunasan Utang (Hak Jaminan)
Hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan utang adalah hak jaminan yang melekat pada kreditur yang memberikan kewenangan kepadanya untuk melakukan ekekusi kepada benda melakukan yang dijadikan jaminan, jika debitur melakukan wansprestasi terhadap suatu prestasi (perjanjian)
Perjanjian utang piutangn dalam KUHP tidak diatur secara terperinci, namun tersirat dalam pasal 1754 KUHP tentang perjanjian pinjam pengganti, yakni dikatakan bahwa bagi mereka yang meminjam harus mengembalikan dengan bentuk dan kualitas yang sama.


  • III. 1 Unsur-unsur dari jaminan, yaitu :
1.    Merupakan jaminan tambahan
2.    Diserahkan oleh nasabah debitur kepada bank/kreditur
3.    Untuk Mendapatkan fasilitas kredit/pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.

  • III.2 Kegunaan dari jaminan yaitu, :
1.    Memberi hak dan kekuasaan kepada bank/kreditur untuk mendapatkan pelunasan agunan, apabila debitur melakukan cidera janji.
2.    Menjamin agar debitur berperan serta dalam transaksi untuk membiayai usahanya, sehingga kemungkinan untuk meninggalkan usahanya/proyeknya dengan merugikan diri sendiri dapat dicegah.
3.    Memberikan dorongan kepada debitur untuk memenuhi janjinya misalnya dalam pembayarn angsuran pokok kredit tiap bulannya.

  • III.3 Syarat – syarat benda jaminan :
1.    Mempermudah diperolehnya kredit bagi pihak yang memerlukannya
2.    Tidak melemahkan potensi/kekuatan si pencari kredit untuk melakukan dan meneruskan usahanya.

  • III.4 Manfaat benda jaminan bagi kreditur :
1.    Terwujudnya keamanan yang terdapat dalam transaksi dagang yang ditutup
2.    Memberikan kepastian hukum bagi kreditur
Sedangkan manfaat benda bagi jaminan debitur, adalah : untuk memperoleh fasilitas kredit dan tidak khawatir dealam mengembangkan usahanya.

  • III.5 Penggolongan jaminan berdasarkan sifatnya, yaitu :
1.    Jaminan yang bersifat umum
2.    Jaminan yang bersifat khusus
3.    Jaminan yang bersifat kebendaan dan perorangan

  • III.6 Penggolongan jaminan berdasarkan objek/bendanya, yaitu :
1.    Jaminan dalam bentuk benda bergerak
2.    Jaminan dalam bentuk benda tidak bergerak

  • III.7 Penggolongan jaminan berdasarkan terjadinya, yaitu :
1.    Jaminan yang lahir karena undang-undang
2.    Jaminan yang lahir karena perjanjian
Kasus BAB 2
 Pemerintah Kabupaten Sukamaju menghadapi gugatan PTUN yang dilakukan oleh LSM Sadar Diri yang terus mempersoalkan ijin gangguan atau HO Wahana Wisata Water Park Sukamaju di Desa Pinggiran Kabupaten Sukamaju yang dikeluarkan pada tanggal 29 Februari 2012 lalu, karena dianggap pendirian wahana wisata tersebut merusak hutan yang dijadikan lokasi wahana wisata seluas tiga hektar, di mana hutan itu merupakan tempat mata pencaharian sebagian besar warga Desa Pinggiran. 
Pemerintah Kabupaten Sukamaju pun siap atas gugatan yang diajukan tersebut, karena merasa tidak ada kesalahan dalam kebijakan perijinan pendirian Wahana Wisata Water Park oleh PT Tolak Miskin.
Sementara itu PT Tolak Miskin selaku pemilik wahana wisata tersebut telah secara resmi mengantongi HO. Kepastian pengelola wahana wisata telah mengantongi HO dikatakan oleh Direktur Pemasaran Tolak Miskin, Yuda Aduy yang didampingi kuasa hukumnya.
Menurut Yuda Aduy, dengan menunjukkan bukti otentik HO yang selama ini diperjuangkan, tidak ada alasan lagi bagi pihak lain untuk mempermasalahkan ijin tersebut.
Dia mengatakan bahwa sebelumnya sempat mengalami keterlambatan pengurusan ijin HO. Namun demikian dengan menunjukkan alat bukti yang sah serta memiliki kekuatan hukum, akhirnya HO diterbitkan. Yuda mengakui meskipun HO sudah keluar, namun masih ada persoalan internal yang harus secepatnya diselesaikan.
Saat ini LSM Sadar Diri telah mengajukan gugatan PTUN terhadap Pemerintah Kabupaten Sukamaju terkait ijin wahana wisata tersebut. Di samping itu, PT Tolak Miskin pun menunggu kepastian hukum yang jelas terkait masalah ini.

 Referensi
:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar